Laman

Personal branding pecalon

Kampanye: marketing personal
Baru saja melewati hiruk pikuk pemilu legislatif, dan tidak lama lagi akan menjelang hiruk pikuk pilpres. Para peminat 'lowongan' habis-habisan menawarkan diri. Memperkenalkan diri. Kadang dengan cara yang sangat tidak mainstream seperti misalnya mengasosiasikan diri dengan superhero atau tokoh lain. Sukurlah sampah visual itu sekarang tidak terlalu merusak mata lagi.

Apa manfaat menjual diri dengan cara seperti itu? jawaban paling logis adalah karena dirinya, si peminat lowongan jabatan tadi, memang tidak dikenal oleh pemilih. Dalam kondisi tidak dikenal, sangat tipis peluang untuk terpilih 'langsung' (konstituen memilih yang bersangkutan langsung bukan memilih partai, yang menguntungkan bagi para caloin yang terdaftar di urutan atas).
Cukup aneh personalitas yang dapat sangat panjang dan luas, coba dikenalkan dalam waktu beberapa minggu. Logika lurus: bagaimana mungkin pemilih dapat mengenal dengan baik calon untuk dipilihnya jika waktu untuk mengenalnya sangat sempit. Tapi tidak terlalu aneh, karena yang perlu disampaikan kepada publik adalah yang positif-positif saja. Tentang keburukannya tidak perlu dikenalkan. Jika memungkinkan ditutupi.
Dan kemudian dapat dilihat bahwa semua calon mengiklankan diri dengan memproklamirkan dirinya adalah orang baik dan layak mewakili orang banyak. Personalitas yang dijual adalah yang terbaiknya saja. Jika perlu dibuat aspek baru yang benar-benar baik dan diperkirakan akan laku. Misalnya dalam slogan atau ciri khas yang dibuat baru. Jangan tanya kenapa ciri khas yang seharusnya melekat, artinya sudah lama ada pada person yang bertalian, tiba-tiba dibuat dan diumumkan.